Rabu, 22 April 2009

Gas Methan

Gas methan terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri methan atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik (biomassa) sehingga terbentuk gas methan (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan energi panas. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu proses ini terjadi secara alamiah

MARABAHAN–MIOL: Lokasi semburan lumpur bercampur gas di desa Kolam Kanan, Barambai, Barito Kuala, Kalimantan Selatan dinyatakan sebagai kawasan berbahaya. Pasalnya di lokasi semburan ditemukan gas dan zat yang berbahaya bagi manusia.

Hasil penelitian dan pengukuran kandungan gas dan bahan kimia berbahaya Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral Kalimantan Selatan bersama tim geologi tambang underground PT Arutmin Indonesia, Senin (27/11) menunjukkan gas yang dikeluarkan dari semburan lumpur tersebut mengandung zat methan (CH4) sebesar 26,6%.

“Kandungan gas methan dan sejumlah unsur kimia lain yang muncul di lokasi semburan, sangat tinggi dan mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3),” kata Wakil Kepala Dinas Pertambangan dan ESDM Kalsel, Heryo Dharma.

Kandungan gas methan ini jauh melebihi ambang batas dua sampai lima persen di udara. Sebagai contoh dikemukakan Heryo, di lokasi tambang apabila terdapat gas methan melebihi dua persen maka kegiatan tambang akan dihentikan karena dapat memicu terjadinya ledakan.

Selain gas methan, unsur kimia berbahaya lain yang terdeteksi melalui alat detector gas antara lain karbon monoksida (CO) 10 ppm dan nitrogen oksida (NO) 12,169%. Walau belum melampaui ambang batas, namun adanya kandungan nitrit dan karbon tersebut yang keluar dari semburan lumpur, disimpulkan daerah sekitar lokasi semburan merupakan kawasan berbahaya.

Sementara itu, hasil pengukuran Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Kalsel terhadap material lumpur diketahui lumpur yang keluar mengandung unsur besi (FE) mencapai 50 Mg/l, nNitrat (NO3) 67,6 Mg/l serta amoniak mencapai 21,78 Mg/l. Jumlah ini masuk kategori sangat tinggi dan berbahaya bagi kesehatan.

Dari hasil penelitian dan pengukuran ini, menurut Heryo Dharma selanjutnya akan dilaporkan ke pemerintah daerah dan Departemen ESDM di Jakarta untuk penanganan selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar